Rabu, 26 April 2017

Mulsa Pada Budidaya Tanaman Kakao

MULSA PADA BUDIDAYA TANAMAN KAKAO
MATA KULIAH DASAR BUDIDAYA TANAMAN











Nama            : Mayang Putri Rinda Pratiwi
NIM             : 165040101111052
Kelas            : X
Prodi            : Agribisnis





PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang mulsa dalam pembudidayaan tanaman kakao ini dengan baik.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.



Malang, 10 Maret 2017
        
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut tumbuh dengan baik. Mulsa juga bisa diartikan sebagai setiap bahan yang dihamparkan untuk menutupi sebagian atau seluruh permukaan tanah dan mempengaruhi lingkungan mikro tanah yang ditutupi tersebut. Bahan-bahan dari mulsa dapat berupa sisa-sisa tanaman atau bagian tanaman yang dikelompokkan sebagai mulsa organik dan bahan-bahan sintesis berupa plastik yang dikelompokkan sebagai mulsa anorganik. Pada umumnya mulsa ialah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah, serta menghambat pertumbuhan gulma atau rumput liar (Maharany, 2011).
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup penting bagi perekonomian Indonesia. Tanaman kakao merupakan tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tanaman kakao merupakan jenis tanaman tahunan (perennial) yang berbentuk pohon, dimana di alam jika dibiarkan tumbuh secara alami tinggi pohonnya dapat mencapai 10 meter (Depparaba, 2002).
Dalam beberapa kegiatan pertanian adakalanya akan membutuhkan sarana dan prasarana khusus. Pemakaian mulsa mempunyai keuntungan dalam beberapa budidaya tanaman sekaligus memberikan dampak yang buruk jika salah dalam pemakaian mulsa. Oleh karena itu pengetahuan tentang mulsa sangat perlu diketahui untuk membantu meningkatan hasil produksi pertanian (Maharany, 2011).
1.2  Rumusan masalah
1.      Apa pengertian dan jenis-jenis mulsa?
2.      Bagaimana pembudidayaan tanaman kakao?
3.      Bagaimana mulsa yang digunakan pada budidaya tanaman kakao?
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui pengertian dan jenis-jenis mulsa
2.      Mengetahui cara pembudidayaan tanaman kakao
3.      Mengetahui mulsa yang digunakan pada budidaya tanaman kakao

1.4  Manfaat
Makalah ini memberi manfaat dalam memahami pengertian dan jenis-jenis mulsa, cara pembudidayaan tanaman kakao, serta mulsa yang digunakan pada tanaman budidaya kakao.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Jenis-jenis Mulsa
Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut tumbuh dengan baik. Mulsa juga bisa diartikan sebagai setiap bahan yang dihamparkan untuk menutupi sebagian atau seluruh permukaan tanah dan mempengaruhi lingkungan mikro tanah yang ditutupi tersebut. Bahan-bahan dari mulsa dapat berupa sisa-sisa tanaman atau bagian tanaman yang dikelompokkan sebagai mulsa organik dan bahan-bahan sintesis berupa plastik yang dikelompokkan sebagai mulsa anorganik. Pada umumnya mulsa ialah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah, serta menghambat pertumbuhan gulma atau rumput liar (Maharany, 2011).
Pemakaian mulsa akan memberikan dampak yang baik / bermanfaat pada produksi tanaman. Manfaat mulsa diantaranya adalah:
  • Meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroorganisme tanah), sehingga memperbaiki sifat fisika, kimia maupun biologi tanah.
  • Membantu menjaga suhu tanah serta mengurangi penguapan sehingga mempertahankan kelembaban tanah dan pemanfaatan kelembaban tanah menjadi lebih efisien.
  • Menekan pertumbuhan gulma, sehingga mengurangi biaya tenaga kerja untuk penyiangan.
  • Melindungi permukaan tanah dari guyuran air hujan, mengurangi aliran permukaan, erosi dan kehilangan tanah.
  • Mulsa yang berupa sisa-sisa tanaman menjadi sumber bahan organik tanah.
  • Mulsa dapat melindungi tanah dari terpaan hujan, erosi, menjaga struktur, menambah kesuburan tanah serta menghambat pertumbuhan gulma.
Mulsa dibedakan menjadi dua macam dilihat dari bahan asalnya, yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik/non-organik. Bahan mulsa dari sisa-sisa tanaman atau bagian tanaman dikelompokkan sebagai mulsa organik, sedangkan bahan mulsa  sintetis berupa plastik dikelompokkan sebagai mulsa anorganik. Jenis-jenis mulsa dapat dibedakan sebagai berikut.
1.      Mulsa organik adalah mulsa dari bahan sisa-sisa tanaman yang disebar di permukaan tanah. Sisa tanaman dapat berupa serasah tanaman (gulma), cabang, ranting, batang maupun daun-daun sisa tanaman. Mulsa organik berasal dari bahan-bahan alami yang mudah terurai seperti sisa-sisa tanaman misalnya jerami dan alang-alang. Mulsa organik diberikan setelah tanaman/bibit ditanam. Keuntungan mulsa organik adalah lebih ekonomis (murah), mudah didapat, dan dapat terurai dengan mudah sehingga menambah kandungan bahan organik dalam tanah. Contoh mulsa organik adalah alang-alang/jerami, ataupun cacahan batang dan daun dari tanaman jenis rumput-rumputan lainnya.

2.      Mulsa anorganik adalah material penutup tanaman budidaya yang terbuat dari bahan sintetis misalnya plastik. Keuntungan menggunakan mulsa plastik diantaranya adalah menghemat tenaga penyiangan, menjaga kelembaban tanah, meningkatkan produksi tanaman, mempercepat masa panen, mencegah hama dan penyakit tanaman, mengurangi penguapan berlebih, mencegah erosi tanah, dan mencegah kehilangan pupuk. Jenis mulsa plastik umumnya dibedakan berdasarkan warna dan intesitas cahaya yang dapat diteruskan. Mulsa plastik ini bisa dibedakan menjadi beberapa macam diantaranya:

·         Mulsa plastik transparan. Tanah yang diberi MPT (Mulsa Plastik Transparan), cahaya yang dipantulkan matahari dan diserap oleh bahan mulsa sangat sedikit. Sebaliknya cahaya yang diteruskan banyak. Hal ini menyebabkan MPT memiliki efek menaikkan suhu tanah.
·         Mulsa plastik putih. MPP (Mulsa Plastik Putih) memantulkan cahaya sekitar 45% sehingga 55% cahaya matahari yang dipantulkan akan diserap secara langsung atau tidak langsung dan akan berinteraksi dengan tanah.
·         Mulsa plastik hitam. Dengan adanya MPH (Mulsa Plastik Hitam), cahaya matahari yang dipantulkan dan diteruskan sangat kecil. Banyaknya cahaya matahari yang diserap dapat mencapai 90%, dari jumlah cahaya matahari yang datang. Cahaya yang diserap tersebut akan dipantukan dalam bentuk panas ke segala arah termasuk tanah.
·         Mulsa plastik hitam perak (MPHP), salah satu permukaan berwarna hitam, permukaan lainnya berwarna perak. MPHP (Mulsa Plastik Hitam Perak) akan menyebabkan cahaya matahari yang dipantulkan cukup besar. Namun, permukaan hitam dari MPPH akan menyebabkan cahaya matahari yang diteruskan menjadi sangat kecil, bahkan mungkin nol. Keadaan ini akan menyebabkan suhu tanah akan tetap rendah.
·         Mulsa plastik perak
·         Mulsa plastik merah
2.2 Cara budidaya tanaman kakao
1.      Persiapan lahan
Persiapan lahan yaitu membersihkan lahan dan menggunakan tanaman penutup tanah seperti tanaman jenis polong-polongan, serta menggunakan tanaman pelindung seperti Lamtoro, Albazia, dan Gleresidae, yang mana tanaman ini ditanam setahun sebelum dilakukan penanaman kakao. Selanjutnya, dilakukan pengolahan tanah yang dilakukan dengan cara mekanis.


2.      Pembibitan
Biji kakao yang digunakan untuk benih adalah buah kakao bagian tengah yang masak dan sehat dari tanaman yang sudah cukup umur, kemudian dibersihkan daging buahnya menggunakan abu dan segera dikecambahkan.
3.      Penanaman
Pada penanaman kakao terlebih dahulu dibuat ajir yaitu bisa dari bambu dengan tinggi 80–100 cm. Jarak tanam yang digunakan berdasarkan pada bahan tanam dan besar pohonnya. Sedangkan jarak tanam pohon pelindungnya adalah 1,5x1,5 meter tergantung areal yang digunakan. Dalam penanaman tanaman kakao ada empat pola tanam yang biasa digunakan yaitu:
(1) pola tanam kakao segi empat, dan pohon pelindung segi empat
(2) pola tanam kakao segi empat dan pohon pelindung segi tiga
(3) pola tanam kakao berpagar ganda dan pohon pelindung segitiga
(4) pola tanam kakao berpagar ganda dan pohon pelindung segi empat.
4.      Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman kakao yang dilakukan adalah dengan melakukan pemangkasan, penyiangan, penyiraman, pemupukan, serta pengendalian dari hama dan penyakit.
5.      Panen dan pasca panen
Panen dilakukan dengan cara memetik buah kakao yang masak dengan memotong tangkai buahnya dan menyisakan sepertiga bagian tangkai buah. Buah kakao yang dipetik berumur 5 – 6 bulan sejak berbunga, dan ditandai dengan warna kuning atau merah. Buah kakao yang sudah dipetik dimasukkan ke dalam karung kemudian dilakukan pemecahan buah untuk mengumpulkan bijinya. Hasilnya bisa diolah dengan melakukan fermentasi, pengeringan, dan sortasi.

2.3 Mulsa yang digunakan pada tanaman kakao

            Serasah kakao membutuhkan waktu dekomposisi yang relatif lama jika dibiarkan begitu saja. Selain itu, serasah kakao yang menutupi tanah akan menyebabkan tanah menjadi lembab dan dapat menjadi tempat berkembangnya hama penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snell) (Depparaba, 2002).
            Serasah kakao jika dimanfaatkan dengan benar, akan berguna bagi perbaikan sifat tanah sehingga siklus hara di dalam kebun kakao dapat tetap terjaga. Sifat tanah yang baik memiliki daya menahan air dengan baik, serta mempunyai drainase dan aerasi tanah yang baik, sehingga tidak membatasi pertumbuhan akar dan tanaman. Selain itu, tanaman kakao juga membutuhkan tanah dengan sifat kimia yang baik, yakni mengandung bahan organik yang tinggi, pH netral, dan kaya akan unsur hara. Salah satu metode penggunaan serasah kakao adalah dengan membuat mulsa vertikal (Darmawijaya, 1997).
           
Metode pembuatan mulsa vertikal yang menggunakan bahan serasah kakao dapat memperbaiki sifat tanah (fisik, kimia, dan biologi) yang lebih baik dibandingkan metode biopori dan tanpa perlakuan mulsa. Hal ini disebabkan karena metode mulsa vertikal memiliki permukaan yang lebih luas dibandingkan teknik biopori, sehingga jumlah mikroorganisme tanah lebih banyak dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Berdasarkan sifat fisik tanah, metode menggunakan mulsa vertikal mampu memperbaiki bulk density dan permeabilitas tanah. Perbaikan sifat fisik tanah tidak hanya pada lapisan permukaan saja, tetapi sampai ke lapisan yang lebih dalam. Sedangkan pada sifat kimia tanah, penambahan bahan organik kedalam tanah akan meningkatkan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) didalam tanah. Selain itu, bahan organik merupakan sumber hara makro dan mineral lengkap meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Secara biologi, penambahan bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan populasi dan aktivitas mikrobia tanah yang pada akhirnya akan meningkatkan unsur hara penting bagi tanaman didalam tanah (Maharany, 2011).
            Cara membuat mulsa vertikal cukup mudah. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan mulsa tersebut ke dalam saluran atau alur sesuai kontur dan sebaiknya dikombinasikan dengan pembuatan guludan (Kemenhut, 2012).
·         Pertama, buat lubang dengan ukuran panjang 1 meter, lebar 0.5 meter, dan kedalaman 0.5 meter.
·         Kedua, masukkan daun dan dahan kakao kering di dalam lubang. Penambahan serasah kakao tidak boleh terlalu padat agar aerasi udara dapat optimal.
·         Ketiga, tambahkan daun dan dahan kering ketika permukaan mulai menyusut, biasanya dua minggu setelah pemberian bahan organik pertama.
·         Keempat, angkat bahan organik jika sudah berwarna hitam dan menjadi kompos, kemudian ganti bahan organik yang baru. Biasanya setelah 1.5 bulan tergantung kelembaban tanah dan curah hujan.
Pemberian mulsa vertikal yang diberikan pada tanaman kakao sebelum umur tiga tahun mampu meningkatkan daya serap tanah terhadap aliran permukaan hingga 71% dan pengurangan erosi tanah sebesar 87%. Kakao pada umur tersebut masih berada di dalam tahap perkembangan vegetatif, yakni tahapan perkembangan akar, daun dan batang baru. Pada fase ini terjadi tiga proses penting, yakni pembelahan sel, perpanjangan sel, dan tahap pertama dari diferensiasi sel. Pada tahap ini juga bersamaan dengan pemeliharaan tanaman dengan melakukan pemangkasan, sehingga bahan serasah akan cukup terpenuhi sebagai bahan mulsa vertikal (Monde, 2010).



BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Mulsa adalah bahan penutup tanaman yang digunakan untuk menjaga kelembaban tanah dan mengurangi intensitas matahari yang masuk dalam tanah yang akan merangsang tumbuhan yang tidak tahan intensitas matahari. Mulsa bermanfaat untuk mencegah dari gulma-gulma yang tumbuh di sekitar tanaman. Mulsa dibagi menjadi 2 jenis yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik. Mulsa yang dapat digunakan untuk budidaya tanaman kakao adalah mulsa vertikal yang terbuat dari bahan serasah kakao. Metode pembuatan mulsa vertikal yang menggunakan bahan serasah kakao ini dapat memperbaiki sifat tanah (fisik, kimia, dan biologi) yang lebih baik dibandingkan metode biopori dan tanpa perlakuan mulsa.






DAFTAR PUSTAKA
Darmawijaya, M.I. 1997. Klasifikasi Tanah: Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Depparaba, Fedrik. 2002. Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella) Snell) dan Penanggulangannya. Jurnal Litbang Pertanian. Vol 21 (2). 69-74
Kementerian Kehutanan. 2012. Mulsa Daun Kering, Pengendali Gulma dan Penyubur Tanah di Hutan Tanaman(online). Diakses tanggal 9 Maret 2017 pada http://forplan.or.id/images/File/serasah%20booklet2222.pdf
Maharany, Rina, Abdul Rauf, dan T. Sabrina. 2011. Perbaikan Sifat Tanah Kebun Kakao pada Berbagai Kemiringan Lahan dengan Menggunakan Teknik Biopori dan Mulsa Vertikal. Jurnal Ilmu Pertanian Kultivar. Vol 5 (2). 75-82

Monde, Anthon. 2010. Pengendalian Aliran Permukaan dan Erosi pada Lahan Berbasis Kakao di DAS Gumbasa, Sulawesi Tengah. Media Litbang Sulteng. Vol 3 (2). 131-136

Rabu, 05 April 2017

Pengeringan Pada Susu Bubuk



MATERI PENGOLAHAN TERMAL
MATA KULIAH TEKNOLOGI PENANGANAN DAN PENGOLAHAN BAHAN HASIL PERTANIAN








Oleh :
Nama            : Mayang Putri Rinda Pratiwi
NIM             : 165040101111052
Kelas            : E
Dosen           : Indria P, STP, MSi






PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017


1.      PRINSIP PENGERINGAN
Prinsip pengeringan bahan pangan adalah mengurangi kadar air bahan sehingga tidak memungkinkan lagi mikroba untuk melakukan aktivitasnya.
Pengeringan adalah suatu cara atau proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas hingga mencapai kadar air yang di kehendaki. Biasanya kandungan air bahan pangan dikurangi sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi didalamnya (Widodo, 2000).
Kadar air suatu bahan pangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba didalamnya. Salah satu cara untuk mencegah pertumbuhan mikroba adalah dengan menggangu lingkungan hidup mikroba itu sendiri, salah satunya dengan menurunkan kadar air subrat (aw). Kadar air substrat bahan mempunyai peranan penting dalam menghambat atau mencegah pertumbuhan mikroba, karena mikroba memerlukan air untuk pertumbuhan dan aktivitasnya. Kondisi pertumbuhan air yang baik pada mikroba umumnya mengandung sekitar 80% air. Sehingga untuk mencegah atau manghambat pertumbuhan mikroba dapat dilakukan dengan mengurangi kadar air bahan yaitu dengan cara pengeringan (Tambunan dkk, 2000).

2.      TUJUAN PENGERINGAN
Menurut Widodo (2000) ada 2 (dua) tujuan utama pengeringan bahan pangan, yaitu meningkatkan umur simpan dan mengurangi berat atau volume bahan.  Namun selain kedua tujuan utama tersebut ada 4 (empat) tujuan lain yang bisa dicapai dengan mengeringkan bahan pangan, yaitu sebagai berikut.
1.      Mengurangi risiko kerusakan karena aktivitas mikroba. Mikroba memerlukan air untuk pertumbuhannya. Bila kadar air bahan berkurang, maka aktivitas mikroba dapat dihambat atau dimatikan.
2.      Menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan.
3.      Mendapatkan produk yang sesuai dengan penggunaannya.
4.      Mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam bahan pangan, misalnya mineral, vitamin, dsb.
3.      PENGERINGAN PRODUK SUSU (SUSU BUBUK)
Pembuatan susu bubuk merupakan salah satu upaya untuk mengawetkan susu sehingga dapat tahan lebih lama. Susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses pengeringan susu segar dan atau susu rekombinasi yang telah dipasteurisasi, dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan bahan tambahan pangan yang diizinkan dan dapat langsung dibedakan dari bentuk dan penampilannya. Susu bubuk adalah jenis susu yang biasanya dikemas dengan kaleng atau kardus yang didalamnya ada kemasan alumunium foilnya (Soeparno, 1992).
Berdasarkan Deputi MENLH (2006) menyebutkan bahwa pembuatan susu bubuk merupakan salah satu upaya untuk mengawetkan susu sehingga dapat tahan lebih lama. Susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses pengeringan susu segar dan atau susu rekombinasi yang telah dipasteurisasi dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Dapat langsung dibedakan dari bentuk dan penampilannya. Produk susu bubuk merupakan hasil proses penguapan dan pengeringan dengan cara penyemprotan dalam tekanan tinggi.
Menurut Susilorini dan Sawitri (2007), kadar air susu bubuk sekitar 5%. Proses pembuatannya melalui tahap pemanasan dan pengeringan. Pemanasan bertujuan untuk menguapkan air sehingga tinggal sekitar 45%-50%. Pemanasan menggunakan temperatur antara 65-1700C tergantung jenis susu bubuk yang akan dibuat.
Menurut Moelyanto (2002), klasifikasikan susu bubuk ada beberapa jenis seperti berikut:
·         Susu bubuk full cream, susu bubuk dengan kandungan lemak sampai 100%
·         Susu bubuk half cream, susu bubuk kandungan lemaknya hanya 50%
·         Susu skim, susu bubuk yang kandungan lemaknya hanya sekitar 10%
·         Whey powder, merupakan bahan sisa dari proses pembuatan susu bubuk

4.      METODE PENGERINGAN PADA SUSU BUBUK
Proses pengeringan pada susu dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti spray drying dan drum drying (suhu tinggi) maupun freeze drying (suhu rendah).
·         Spray drying
Spray drying atau pengeringan semprot merupakan salah satu bentuk pengeringan yang sudah banyak diaplikasikan di industri pengolahan susu (Widodo, 2003). Menurut Hadiwiyoto (1983), prinsip pengeringannya adalah menyemprotkan susu ke dalam ruangan yang panas melalui alat penyemprot yang disebut “nozzle”. Apabila susu telah sedikit kental kemudian disemprotkan dan akan membentuk kabut serta kering oleh udara panas dalam ruangan tersebut. Pengeringan dengan menggunakan metode spray drying biasanya menggunakan udara pengering atau panas yang akan mengalami kontak dengan bahan pangan yang dimasukkan ke dalam spray dryer dan biasanya kandungan air yang dihasilkan antara 2%-3%.
Menurut Widodo (2003), pengeringan dengan menggunakan metode spray drying akan memberikan pengaruh terhadap total bahan padat yang dihasilkan dari susu bubuk. Suhu pengeringan yang tinggi akan menghasilkan susu bubuk dengan kadar air rendah dan total bahan padat yang tinggi. Keuntungan dari susu bubuk dengan metode spray drying adalah lebih mudah dicerna dan lebih aman karena tidak menyebabkan alergi.
·         Drum drying
Pengeringan dengan metode ini, biasanya bahan pangan yang akan dikeringkan berada di bagian permukaan drum pengering dan di dalam drum terdapat media pemanas (Widodo, 2003).
Drum drying ini berbentuk silinder yang ujung-ujungnya tertutup. Pengeringan ini menggunakan suhu 90-1500C, waktu yang diperlukan sangat pendek yaitu 6-30 detik. Kemudian susu dituangkan dalam dua silinder yang saling memutar. Susu akan menjadi kering dan menempel pada permukaan silinder. Susu kering akan terbentuk pada dinding drum dan disisir oleh pisau sehingga bubuk terkelupas dari dinding drum (Hadiwiyoto, 1983).
Pembuatan susu bubuk menggunakan metode drum drying ini merupakan metode yang paling hemat energi dan waktu tetapi nilai nutrisi susu akan turun. Nilai nutrisi susu turun karena proses karamelisasi akibat penggunaan panas yang sangat tinggi.
·         Freeze drying
Freeze drying adalah suatu alat pengering dengan bahan yang dikeringkan dalam keadaan telah dibekukan. Prinsip freeze drying menurut Widodo (2003) adalah penguapan yang dilakukan dengan kondisi vakum yaitu uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan beku dan struktur bahan pangan tetap dipertahankan dengan baik dengan metode ini.

5.      PERUBAHAN MUTU PRODUK SUSU BUBUK AKIBAT PROSES PENGERINGAN
a)      Susu bubuk digunakan untuk meningkatkan nilai gizi dan sifat fungsionalnya seperti penerimaan sensori dan tekstur. Susu bubuk sering diaplikasikan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada industri pangan. Hal ini dikarenakan komponen dalam susu bubuk dapat mudah berinteraksi dengan komponen lain ketika diformulasikan dan diproses menjadi suatu produk pangan (Widodo, 2003).
b)      Pengeringan susu dengan pengering semprot akan menghasilkan susu bubuk dengan kelarutan, flavor dan warna yang baik (Soeparno, 1992).
c)      Pada pengeringan drum, susu evaporasi dikontakkan langsung dengan permukaan drum yang panas hingga menjadi kering. Proses ini akan menghasilkan mutu yang kurang baik karena akan memicu karamelisasi laktosa, reaksi Maillard, dengan denaturasi protein pada susu bubuk yang dihasilkan (Soeparno, 1992).


.



DAFTAR PUSTAKA
Soeparno. 1992. Prinsip Kimia dan Teknologi Susu. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada
Tambunan, Armansyah. H, dan Lamhot P. Manulu. 2000. Mekanisme Pengerigan Beku Produk Pertanian. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.2, No.3, hal. 66-74 Humas-BPPT/ANY
Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk Cetakan 1. Yogyakarta: Lacticia Press
Deputi MENLH Bidang Pengendalian Pencemaran Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2006. Panduan Inspeksi Penaatan Pengelolaan Lingkungan Industri Pengolahan Susu. Jakarta: Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Agroindustri
Susilorini, T.E. dan M.E. Sawitri. 2007. Produk Olahan Susu. Yogyakarta: Penebar Swadaya
Moelyanto RD, Wiryanta BTW. 2002. Khasiat dan Manfaat Susu Kambing. Jakarta: Agromedia Pustaka
Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Yogyakarta: Liberty
Priyanto, G. 1987. Teknik Pengawetan Pangan. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada