Rabu, 29 Maret 2017

Gangguan dan Suksesi Lahan Pertanian



GANGGUAN DAN SUKSESI LAHAN PERTANIAN
Persamaan antara gangguan yang disebabkan oleh alam dengan manusia yaitu keduanya sama-sama menimbulkan kerusakan dan gangguan alam itu sendiri, sama-sama dapat menimbulkan kerugian materi (kerugian secara ekonomi), sama-sama mengganggu interaksi antar organisme serta mengganggu keseimbangan ekosistem (Siahaan, 2004).
Perbedaan antara gangguan yang disebabkan oleh alam dengan manusia adalah sebagai berikut.
No.
Gangguan yang disebabkan oleh alam
Gangguan yang disebabkan oleh manusia
1
Contoh: pohon tumbang
Contoh: illegal logging
2
Merusak ekosistem secara menyeluruh
Tidak merusak ekosistem secara menyeluruh
3
Intensitas tinggi
Intensitas rendah
4
Skala besar
Skala kecil
5
Frekuensi rendah (jarang terjadi)
Frekuensi tinggi (sering terjadi)

Efek menguntungkan penanaman pohon bagi lingkungan selain pohon sebagai produsen dalam rantai makanan yaitu pohon menciptakan keindahan dan suasana lingkungan yang nyaman, menyaring udara kotor dan mengurangi polusi akibat pencemaran udara, menciptakan daerah resapan air tanah, mencegah terjadinya banjir dan erosi atau pengikisan tanah (Joga, 2009).
Upaya petani untuk mengoptimalkan efek menguntungkan penanaman pohon yaitu perawatan pohon dengan menjaga ketersediaan unsur hara dalam tanah serta mencegah penebangan liar.



Contoh kasus yang berhubungan dengan “hilangnya pohon dari lahan pertanian” antara lain alih fungsi lahan sawah menjadi lahan non-pertanian yang terjadi Subak Kerdung, Denpasar Selatan. Alih fungsi lahan sawah menjadi lahan non-pertanian tersebut memberi dampak hilangnya pohon sebagai penyelamat alam pertanian di daerah tersebut.
Menurut Dewi (2015) ditinjau dari faktor ekonomi dan sosial masyarakat serta faktor kelembagaan di daerah tersebut, kasus alih fungsi lahan sawah menjadi  lahan non-pertanian tersebut terjadi karena beberapa hal sebagai berikut.
Ø  Rendahnya pendapatan usahatani padi
Ø  Pemilik lahan bekerja di sektor lain dan membuka usaha di sektor lain (sektor diluar pertanian)
Ø  Harga jual lahan pertanian di wilayah Subak Kerdung cukup tinggi
Ø  Banyak terjadi usaha pengkavlingan lahan sawah
Ø  Lemahnya kelembagaan subak dalam pencegahan alih fungsi lahan
Ø  Lemahnya implementasi Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) yang mengatur seberapa luas kota Denpasar harus memiliki lahan persawahan yang dipelihara keberadaannya






DAFTAR PUSTAKA
Siahaan, N.H.T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga
Joga, Nirwono dan Antar, Yori. 2009. Bahasa Pohon Selamatkan Bumi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Dewi, I.A.L dan Sarjana, I.M. 2015. Faktor-Faktor Pendorong Alih Fungsi Lahan Sawah menjadi Lahan Non-Pertanian (Kasus: Subak Kerdung, Kecamatan Denpasar Selatan). Bali, Universitas Udayana

Rabu, 22 Maret 2017

Peranan Abiotik dan Biotik Tanah di Agroekosistem Sawah



PERANAN ABIOTIK DAN BIOTIK TANAH
DI AGROEKOSISTEM SAWAH

Dalam kehidupan di lingkungan sekitar kita terjadi interaksi yang timbal balik. Interaksi ini terjadi antarsesama organisme atau antara organisme dengan lingkungannya. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk dari hasil interaksi antara organisme dengan lingkungannya. Dalam ekosistem terdiri dari faktor abiotik dan faktor biotik. Kedua faktor inilah yang akan mempengaruhi interaksi dan keberlangsungan makhluk hidup.   
Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan. Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (lowland rice).
1.      Faktor Abiotik (Komponen Tak Hidup)
Komponen abiotik yaitu komponen fisik dan kimia yang merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup. Sebagian besar komponen abiotik bervariasi dalam ruang dan waktunya. Komponen abiotik dapat berupa bahan organik, senyawa anorganik.
1.      Suhu. Proses biologi dipengaruhi suhu.
2.      Air. Ketersediaan air mempengaruhi distribusi organisme. Organisme di tanah gurun beradaptasi terhadap ketersediaan air di tanah gurun.
3.   Garam. Konsentrasi garam mempengaruhi kesetimbangan air dalam organisme melalui osmosis. Beberapa organisme terestrial beradaptasi dengan lingkungan dengan kandungan garam tinggi.
4.  Cahaya matahari. Intensitas dan kualitas cahaya mempengaruhi proses fotosintesis. Air dapat menyerap cahaya sehingga pada lingkungan air, fotosintesis terjadi di sekitar permukaan yang terjangkau cahaya matahari. Di gurun, intensitas cahaya yang besar membuat peningkatan suhu sehingga hewan dan tumbuhan tertekan.
5.   Tanah dan batu. Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, pH, dan komposisi mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada kandungan sumber makanannya di tanah.
6.      Iklim. Iklim adalah kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim makro meliputi iklim global, regional dan lokal. Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni komunitas tertentu.
2.      Faktor Biotik (Komponen Hidup)
Komponen Autotrof
Komponen autotrof terdiri dari organisme yang dapat membuat makanannya sendiri dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti sinar matahari (fotoautotrof) dan bahan kimia. Komponen autotrof berperan sebagai produsen.
Komponen Heterotrof
Komponen heterotrof terdiri dari organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik yang disediakan oleh organisme lain sebagai makanannya. Komponen heterotrof disebut juga konsumen makro (fagotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih kecil. Yang tergolong heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.
Pengurai (Dekomposer)
Pengurai adalah organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati. Pengurai disebut juga konsumen makro. Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Yang tergolong pengurai adalah bakteri dan jamur. Ada pula detritivor yaitu hewan pengurai yang memakan sisa-sisa bahan organik, contohnya adalah kutu kayu.
Hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya akan membentuk ekosistem. Kumpulan ekosistem di dunia akan membentuk biosfer. Urutan satuan-satuan makhluk hidup dalam ekosistem dari yang kecil sampai yang besar adalah sebagai berikut:
1.      Individu. Istilah individu berasal dari bahasa Latin individum yang berarti tidak dapat dibagi. Di dalam ekologi, individu dapat diartikan sebagai sebutan untuk makhluk tunggal. Dalam agroekosistem sawah, misalnya individu tanaman padi.
2.      Populasi adalah semua individu sejenis yang menempati suatu daerah tertentu. Suatu organisme disebut sejenis bila memenuhi persyaratan yaitu menempati daerah atau habitat yang sama, mempunyai persamaan bentuk, susunan tubuh, dan aktifitas yang sama, dan mampu menghasilkan keturunan yang subur atau mampu berkembang biak.
3.      Komunitas dapat diartikan sebagai seluruh populasi yang menempati daerah yang sama. Di daerah tersebut, antar jenis makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya akan terjadi interaksi. Kemudian interaksi itu membentuk suatu kumpulan, dimana di dalamnya setiap individu menemukan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Di dalam kumpulan tersebut terdapat suatu kerukunan untuk hidup bersama, toleransi kebersamaan, dan hubungan timbal balik yang menguntungkan dan ada pula yang merugikan.
4.      Ekosistem merupakan tatanan secara utuh dari seluruh unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang kompleks antara organisme dengan lingkungannya. Berdasarkan sejarah terbentuknya, ekosistem dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
·         Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terbentuk secara alami, tanpa adanya pengaruh atau campur tangan manusia. Misalnya, ekosistem gurun pasir, ekosistem hutan tropis, dan ekosistem hutan gugur. Setiap ekosistem mempunyai ciri khas. Ciri itu sangat ditentukan oleh faktor suhu, curah hujan, iklim, dan lain-lain.
·         Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang sengaja dibuat oleh manusia. Misalnya, kolam, waduk, sawah, ladang, dan tanam. Pada umumnya, ekosistem buatan mempunyai komponen biotik sesuai dengan yang diinginkan pembuatnya. Pada ekosistem sawah, komponen biotik yang banyak, yaitu padi dan kacang.
·         Ekosistem Suksesi, yaitu ekosistem yang merupakan hasil suksesi lingkungan yang sebelumnya didahului oleh kerusakan. Pada lingkungan demikian, jenis tumbuhan yang berkembang ditentukan oleh jenis organisme yang hidup di sekitarnya.
5.      Biosfer adalah kumpulan dari semua ekosistem yang terdapat di permukaan bumi ini. Ada pula ahli yang menyatakan bahwa biosfer adalah tempat beroperasinya ekosistem. Bagian bumi yang dihuni organisme hanya beberapa meter di bawah permukaan tanah hingga 9.000 meter di atas permukaan bumi, serta beberapa meter di bawah permukaan laut. Jadi, tidak di seluruh bagian bumi ini terdapat ekosistem sebab hanya daerah yang terdapat kehidupanlah yang dapat disebut ekosistem.

Ekosistem pertanian adalah ekosistem yang sederhana dan monokultur jika dilihat dari komunitas, pemilihan vegetasi, diversitas spesies, serta resiko terjadi ledakan hama dan penyakit. Musuh alami berperan dalam menurunkan populasi hama sampai pada tingkat populasi yang tidak merugikan. Hal ini terbukti dari setiap pengamatan dilahan pertanian, khususnya padi, beberapa jenis musuh alami selalu hadir dipertanaman. Ekosistem persawahan secara teoritis merupakan ekosistem yang tidak stabil. Kestabilan ekosistem persawahan tidak hanya ditentukan oleh diversitas struktur komunitas, tetapi juga oleh sifat-sifat komponen, interaksi antar komponen ekosistem. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti mengenai kajian habitat menunjukkan bahwa tidak kurang dari 700 serangga termasuk parasitoid dan predator ditemukan di ekosistem persawahan dalam kondisi tanaman tidak ada hama khususnya wereng batang coklat (WBC). Predator WBC umumnya polifag, akan memangsa berbagai jenis serangga. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa komunitas persawahan merupakan komunitas yang beranekaragam. Tidak tertutup kemungkinan bahwa pada ekosistem pertanian dapat dijumpai keadaan yang stabil. Apabila interaksi antar komponen dapat dikelola secara tepat maka kestabilan ekosistem pertanian dapat diusahakan. Untuk mempertahankan ekosistem persawahan yang stabil maka konsep pengendalian hama terpadu (PHT) dapat diterapkan. PHT mendapatkan efisiensi pengendalian yaitu mengurangi insektisida dan memanfaatkan metoda non kimia. Di persawahan, musuh alami jelas berfungsi, sehingga akan terjadi keseimbangan biologis. Keseimbangan biologis ini kadangkadang tercapai, tetapi bisa juga sebaliknya. Hal ini disebabkan karena faktor lain yang mempengaruhi, yaitu perlakuan agronomis dan penggunaan insektisida. Salah satu pendorong meningkatnya serangga pengganggu adalah tersedianya makanan terus menerus sepanjang waktu dan disetiap tempat. Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT). Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan maka tindakan mengurangi serangan OPT melalui pemanfaatan serangga khususnya musuh alami dan meningkatkan diversitas tanaman seperti penerapan tanaman tumpang sari, rotasi tanaman dan penanaman lahan-lahan terbuka dapat dilakukan karena meningkatkan stabilitas ekosistem serta mengurangi resiko gangguan OPT. Mekanisme alami seperti predatisme, parasitisme, patogenisitas, persaingan intraspesies dan interspesies, suksesi, produktivitas, stabilitas dan keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan untuk mencapai pertanian berkelanjutan. Salah satu komponen PHT adalah pengendalian dengan menggunakan musuh alami. Teori mendasar dalam pengelolaan hama adalah mempertimbangkan komponen musuh alami dalam strategi pemanfaatan dan pengembangannya. Taktik pengelolaan hama melibatkan musuh alami untuk mendapatkan penurunan status hama disebut pengendalian hayati. Pemanfaatan musuh alami tidak menimbulkan pencemaran, dari segi ekologi tetap lestari dan untuk jangka panjang relatif murah. Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami atau secara biologis adalah kerja dari faktor biotis seperti parasitoid, predator dan patogen terhadap mangsa atau inang, sehingga menghasilkan suatu keseimbangan umum yang lebih rendah daripada keadaan yang ditunjukkan apabila faktor tersebut tidak ada atau tidak bekerja.


SUMBER:
Marno. 2011. Ekosistem Sawah(online). Diakses tanggal 4 Oktober 2016 pada http://marno.lecture.ub.ac.id/2011/1.