Rabu, 15 Maret 2017

Penurunan Kualitas Tanah Akibat Pertanian Intensif



PENURUNAN KUALITAS TANAH AKIBAT PERTANIAN INTENSIF

Soil is a natural resource. Natural resources are materials found on Earth that help living things. They are made by nature, not people. Soil helps plants and animals grow. They cannot live without it (Walker, 2007).
Tanah (soil) adalah suatu wujud alam yang terbentuk dari suatu campuran hasil pelapukan batuan, bahan organik, bahan anorganik, air, dan udara yang menempati bagian paling atas dari litosfer. Ilmu yang mempelajari tanah disebut Pedologi, sedangkan ilmu yang secara khusus mempelajari mengenai proses pembentukan tanah disebut Pedogenesa.
Pada tahun 1860, E.W. Hilgard (dalam Hartono: 2007) memberikan pengertian terhadap hubungan antara iklim, tanaman, batuan induk, dan tanah yang terbentuk. Lebih jauh dikatakan bahwa tanah bukan hanya sekedar media pertumuhan tanaman, melainkan merupakan tubuh alam yang bersifat dinamis yang harus selalu dipelajari dan dibuat klasifikasinya.
Ramann (dalam Osman: 2013) mengembangkan konsep tanah yang dilatarbelakangi oleh konsep geologi. Tanah merupakan lapisan atas kerak bumi yang melapuk; dalam hal ini tidak ada pengertian tanah sebagai alat produksi atau kegunaan lainnya. Konsep lain dikemukakan oleh Joffee (dalam Osman: 2013) yang memberikan batasan lebih maju bahwa tanah merupakan kombinasi sifat fisik, kimia, dan biologi. Tanah adalah bangunan alami yang tersusun atas horizon-horizon yang terdiri atas bahan mineral dan organik, bersifat galir (tidak padu), dan mempunyai tebal yang tidak sama. Berbeda sama seklai dengan bahan induk yang ada di bawahnya dalam hal: morfologi, sifat, susunan, fisik, bahan kimiawi, dan laksana-laksana biologi. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernapas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup bebagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.
Beberapa definisi diatas masing-masing mempunyai kelemahan. Definisi yang baik untuk suatu benda alam seperti tanah harus terlepas dari kemungkinan kegunaan, harus bersifat murni sebagai adanya di alam, dan harus berlaku umum.
Tanah dikatakan sebagai media untuk tumbuhnya tanaman. Mengapa?
Hasil gambar untuk perbedaan warna tanah
Sebagai media tanam, tanah menyediakan faktor-faktor utama untuk pertumbuhan tanaman, yaitu unsur hara, air, dan udara dengan fungsinya sebagai media tunjangan mekanik akar dan suhu tanah. Semua faktor tersebut harus seimbang agar pertumbuhan tanaman baik dan berkelanjutan.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi ketersediaan hara di dalam tanah untuk dapat diserap tanaman antara lain adalah total pasokan hara, kelembaban tanah dan aerasi, suhu tanah dan sifat fisik maupun kimia tanah. Perbaikan kondisi tanah tersebut dapat dilakukan dengan cara pemberian pupuk, baik itu pupuk organik maupun anorganik. Pemberian pupuk organik (pupuk kandang, kompos dan arang) dapat memperbaiki struktur tanah, mempertahankan kadar bahan organik, dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Pemberian pupuk anorganik (urea) dapat merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya cabang, batang, daun dan berperan penting dalam pembentukan hijau daun.
Selain itu, tanah juga memiliki pH (derajat keasaman). Faktor ketersediaan air berpengaruh terhadap tingkat keasaman tanah. Kisaran pH tanah untuk daerah basah adalah 5-7 dan kisaran untuk daerah kering adalah 7-9. Hal ini berpengaruh terhadap pemilihan jenis tanaman. Untuk daerah basah (pH 5-7) pilihlah tanaman yang dapat tumbuh subur di kisaran pH seperti itu. Begitu juga halnya dengan pH yang lainnya.
Hal yang juga penting adalah tanah memiliki kandungan udara. Keberadaan udara pada tanah akan memengaruhi kerapatan dan kepadatan struktur tanah. Perkembangan akar yang sehat serta proses pernapasan oleh akar menjadi tolak ukur baik atau tidaknya aerasi udara pada struktur tanah tertentu.
Sifat morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapangan. Sebagian dari sifat-sifat morfologi tanah merupakan sifat-sifat fisik dari tanah tersebut. Sifat-sifat morfologi tanah terdiri dari warna tanah, tekstur tanah, struktur tanah, dan konsistensi tanah serta sifat-sifat lain (Sutanto, 2005).
Warna tanah. Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna umumnya disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah akan semakin gelap.
Dalam buku Munsell Soil Color Chart, terdapat warna-warna baku yang disusun oleh 3 (tiga) variable yaitu hue, value dan chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombang. Value menunjukkan gelap terangnya warna sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spectrum (hue).
Tekstur tanah. Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah dari fraksi tanah halus (fine earth fraction). Partikel-partikel tanah primer mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Ada yang berdiameter besar dan ada pula yang sedemikian halusnya seperti koloid.
Tanah dikelompokkan dalam beberapa kelas tekstur seperti dibawah ini.
·         Kasar : pasir, pasir berlempung
·         Agak kasar : lempung berpasir, lempung berpasir halu
·         Sedang : lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu
·         Agak halus : lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu
·         Halus : liat berpasir, liat berdebu, liat
Struktur tanah. Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda. Butir-butir tersebut dibatasi oleh bidang-bidang yang disebut agregat. Berdasarkan bentuknya, struktur tanah dibedakan menjadi:
·         Lempeng (platy) yaitu sumbu vertikal lebih pendek dari sumbu horizontal. Membentuk lapisan-lapisan halus. Ditemukan pada horizon E atau pada lapisan padas liat.
·         Prisma yaitu sumbu vertikal lebih panjang dari sumbu horizontal dan bagian atasnya rata dan tidak membulat. Ditemukan di horizon B tanah daerah iklim kering.
·         Tiang (columnar) yaitu sumbu vertikal lebih panjang dari sumbu horizontal dan bagian atasnya membulat. Ditemukan di horizon B tanah daerah iklim kering.
·         Gumpal bersudut (angular blocky) yaitu berstruktur seperti kubus dengan sudut-sudut tajam. Sumbu vertikal sama dengan sumbu horizontal. Ditemukan di horizon B tanah daerah iklim basah.
·         Gumpal membulat (subangular blocky) yaitu berstruktur seperti kubus dengan sudut-sudut membulat. Sumbu vertikal sama dengan sumbu horizontal. Ditemukan di horizon B tanah daerah iklim basah.
·         Granuler (granular) berstruktur membulat atau banyak sisi. Masing-maisng butir struktur (ped) tidak porous. Ditemukan di horizon A.
·         Remah (crumb) yaitu berstruktur membulat atau banyak sisi sangat porous. Masing-masing butir struktur (ped) bersifat porous. Ditemukan di horizon A.
Tanah dengan struktur baik (granuler dan remah) mempunyai tata udara yang baik. Unsur-unsur udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah yang bentuknya membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dengan rapat. Akibatnya pori-pori tanah banyak terbentuk. Disamping itu struktur tanah harus tidak mudah rusak (mantap) sehingga pori-pori tanah tidak cepat tertutup bila terjadi hujan.
Konsistensi tanah. Konsistensi tanah adalah kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. oleh karena tanah dapat ditemukan dalam keadaan lembab, basah atau kering maka konsistensi tanah disesuaikan dengan keadaan tanah tersebut.
Tanah basah memiliki kandungan air diatas kapasitas lapang. Tanah basah dibedakan menjadi 2 yaitu kelekatan (menunjukkan kekuatan adhesi tanah dengan benda lain) dan plastisitas (menunjukkan kemampuan tanah membentuk gulungan). Tanah lembab dibedakan ke dalam konsistensi gembur (mudah diolah) sampai teguh (agak sulit dicangkul). Tanah kering dibedakan ke dalam konsistensi lunak sampai keras.
Degradasi tanah semakin cepat akibat alih guna lahan dan pertanian intensif. Indikator di lapangan yang bisa diidentifikasi apa saja? Mekanisme di lapangan kejadiannya bagaimana? Jelaskan!
Gambar terkait
Dalam praktek budidaya pertanian sering akan menimbulkan dampak pada degradasi lahan. Dua faktor penting dalam usaha pertanian yang potensial menimbulkan dampak pada sumberdaya lahan, yaitu tanaman dan manusia (sosio kultural) yang menjalankan pertanian.
Identifikasi indikator di lapangan adalah faktor manusialah yang berpotensi berdampak positif atau negatif pada lahan, tergantung cara menjalankan pertaniannya. Apabila dalam menjalankan pertaniannya benar maka akan berdampak positif, namun apabila cara menjalankan pertaniannya salah, maka akan berdampak negatif. Kegiatan menjalankan pertanian atau cara budidaya pertanian yang menimbulkan dampak antara lain meliputi kegiatan pengolahan tanah, penggunaan sarana produksi yang tidak ramah lingkungan (pupuk dan insektisida) serta sistem budidaya termasuk pola tanam yang mereka gunakan.
Mekanisme degradasi lahan yang terjadi saat ini antara lain penggunaan lahan diatas daya dukung lahan tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan. Misalnya, lahan didaerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor. Erosi tanah oleh air di Indonesia (daerah tropis) merupakan bentuk degradasi lahan yang sangat dominan (Sitorus dkk, 2011)
Konversi lahan pertanian yang semakin meningkat akhir-akhir ini merupakan salah satu ancaman terhadap keberlanjutan pertanian. Salah satu pemicu alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain adalah rendahnya isentif bagi petani dalam berusaha tani dan tingkat keuntungan berusaha tani relatif rendah. Selain itu, usaha pertanian dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit diprediksi dan mahalnya biaya pengendalian seperti cuaca, hama dan penyakit, tidak tersedianya sarana produksi dan pemasaran. Alih fungsilahan banyak terjadi justru pada lahan pertanian yang mempunyai produktivitas tinggi menjadi lahan non-pertanian. Dilaporkan dalam periode tahun 1981-1999, sekitar 30% (sekitar satu juta ha) lahan sawah di pulau Jawa, dan sekitar 17% (0,6 juta ha) di luar pulau Jawa telah menyusut dan beralih ke non-pertanian, terutama ke areal industri dan perumahan (Salikin, 2003).
Tanah pertanian yang di usahakan secara terus-menerus cenderung produktivitasnya rendah. Jelaskan!
Hasil gambar untuk penyemprotan sawah
Faktor penyebab menurunnya produktivitas tanah pertanian akibat pertanian intensif atau pertanian yang diusahakan terus-menerus yaitu menurunnya kesuburan tanah. Uraiannya sebagai berikut.
Pola tanam yang diterapkan para petani salah dengan adanya satu jenis komoditas yang ditanam setiap musimnya tanpa adanya pergiliran tanaman, sehingga unsur hara yang ada di tanah diambil secara terus menerus sesuai dengan kebutuhannya. Selanjutnya, penggunaan pupuk kimia yang diterapkan selama revolusi hijau menjadikan kerusakan tanah karena residu yang disebabkan bahan kimia. Tanah yang terkena bahan kimia terus-menerus akan mengalami degradasi kesuburan dan mengalami ketergantungan akan bahan kimia. Kemudian, terjadinya leaching atau pencucian akan mengakibatkan kehilangan unsur hara karena terbawa oleh air turun ke tanah yang paling bawah sehingga sulit diambil akar bahkan tidak dapat diambil akar tanaman. Selanjutnya, penurunan kesuburan tanah yang mengakibatkan produktivitas lahan pertanian menurun adalah adanya daerah pertambangan yang merusak ekosistem dan meninggalkan logam berat yang merusak tanah (Dewi, 2015).
Intensifnya pertanian dan penanaman tanaman semusim tanpa diimbangi dengan perhatian terhadap lingkungan dapat menyebabkan pemasukan bahan organik rendah seperti msalnya adanya seresah. Kemudian, penggunaan pestisida kimia untuk membunuh hama dan penyakit akan memengaruhi kesuburan tanah yang juga karena residu yang ditimbulkan. Saat pengaplikasian pestisida pasti mengenai tanah. 

DAFTAR PUSTAKA
Osman, K.T. 2013. Soils: Principles, Properties and Management. Springer Dordrecht Heidelberg New York London
Walker S. M. 2007. Soil: Early bird Earth science. Lerner Publications
Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius
Hartono. 2007. Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Bandung: Citra Praya
Dewi, I.A.L dan Sarjana, I.M. 2015. Faktor-Faktor Pendorong Alih Fungsi Lahan Sawah menjadi Lahan Non-Pertanian (Kasus: Subak Kerdung, Kecamatan Denpasar Selatan). Bali: Universitas Udayana
Salikin, K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius
Sitorus, Santun R.P, Mila Mulyani, dan Dyah Retno Panuju. 2011. Konversi Lahan Pertanian dan Keterkaitan dengan Kelas Kemampuan Lahan serta Hirarki Wilayah di Kabuoaten Bandung Barat. Dalam Jurnal Tanah dan Lingkungan (online), vol 13 (2), 49-57 halaman. Tersedia: http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=419869 [3 Maret 2017].











Tidak ada komentar:

Posting Komentar